Awas! Musim Obral Janji di Pilkada Kaltara

Awas! Musim Obral Janji di Pilkada Kaltara

Tarakan – Menjelang pemilihan kepala daerah serentak, janji-janji politik kembali menjadi sorotan. Para calon kepala daerah berlomba-lomba menawarkan program kerja di berbagai bidang, seperti ekonomi, pendidikan, dan kesehatan untuk menarik simpati dan dukungan publik.

Namun, realitas menunjukkan banyak pemimpin yang ingkar janji setelah terpilih, seperti layaknya di Kalimantan Utara (Kaltara). Ada 16.400 nelayan di Kaltara yang harus gigit jari karena kehidupan mereka tak ada perbaikan.

Senada dengan nelayan, para petambak di Kaltara yang berjumlah 4.746 orang harus tertunduk lesu karena tidak adanya peningkatan harga jual udang sejak tahun 2020. Bahkan telah terjadi penurunan harga jual udang dari petambak ke pos pengumpul sebanyak empat kali. Harga panen mereka hanya cukup untuk pembenihan.

Padahal, Kaltara merupakan provinsi dengan tambak terluas di tanah air yaitu 149.958 hektar. Namun sayangnya tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap produksi udang dalam negeri.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kaltara, Nurhasan bersama para petambak bahkan pernah melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran di kantor gubernur Kaltara. Aksi tersebut didasari keresahan para petambak terkait harga udang yang setiap tahun terus mengalami penurunan harga jual.

“Jadi permasalahan ini bukan hari ini bermasalah, harga udang ini sudah dari tahun 2019 mengalami penurunan terus,” ungkapnya.

Bahkan para petambak meminta agar gubernur Kaltara dapat hadir memberikan jawaban. Namun hingga dua jam melakukan aksi, tidak ada unsur pemerintah daerah yang menemui massa. Mosi tidak percaya pun dikeluarkan oleh para demonstran.

“Melihat ketidakhadiran gubernur menunjukkan bahwa mereka tidak berpihak lagi kepada masyarakat,” ungkapnya.

Hal tersebut tentu saja berbanding terbalik dengan janji-janji politik untuk mensejahterakan petambak.

Pakar komunikasi politik dari Nusakom Pratama Institut, Ari Junaedi menilai janji politik yang tidak ditepati dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran moral.

“Jika kewarasan kita tidak terkendali, kita bisa terbuai janji-janji itu. Maka, waspadalah dan jangan terkecoh oleh janji,” kata Ari yang juga pengajar diberbagi universitas tanah air ini.

Keprihatinan dengan kondisi politik di Kaltara juga dirasakannya saat menyaksikan video kampanye calon gubernur Kaltara di media sosial yang banyak menghadirkan janji manis politik yang dinilai hanya omong kosong.

“Marilah kita semakin waspada dan bijak dalam menentukan pemimpin untuk Kaltara. Jangan sampai kita digiring ke arah pembodohan yang kontraproduktif. Berbagai macam bantuan sosial, bantuan langsung tunai, dan pemberian-pemberian cuma-cuma bukan obat yang menyembuhkan, melainkan dapat menjadi candu yang akan membuat masyarakat semakin ketagihan,” tegasnya.

Ari juga mengingatkan masyarakat untuk menilai rekam jejak calon pemimpin, terutama calon petahana, agar tidak salah memilih. 

“Masyarakat harus berhati-hati dalam menentukan pilihan. Jangan sampai terjebak dua kali oleh janji manis yang kosong,” ucapnya.

Dalam menghadapi tahun politik ini, masyarakat diimbau untuk lebih dewasa dan bijak dalam memilih pemimpin.

“Masyarakat harus lebih kritis dan tidak mudah tertipu janji palsu. Pendidikan politik sangat penting untuk membangun demokrasi yang sehat dan mencegah terulangnya pemimpin yang ingkar janji,” pungkasnya.

Disamping itu, masyarakat juga perlu melihat visi dan misi para calon berdasarkan kenyataan dan data yang valid, serta mewaspadai politik uang yang dapat merusak demokrasi.

Avatar Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *